Analisis Unsur Intrinsik Novel Bekisar Merah
Karya Ilmiah
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata pelajaran
Bahasa Indonesia
kelas XI semester genap Tahun Pelajaran 2017/2018
Kelompok I
1) Adi Cahyo Nugroho (01)
2) Agmal Fasichul Fillahiyan (02)
3) Amanda Chindy Patrechia (03)
4) Arif Firman Syah (04)
5) Ayu Sri Lestari (05)
XI
MIPA 2
Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah
Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan
SMA
N 1 JUWANA
2018
Analisis Unsur Intrinsik Novel Bekisar
Merah
Karya Ilmiah
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
mata pelajaran Bahasa Indonesia
kelas XI semester genap Tahun Pelajaran
2017/2018
Kelompok I
1)
Adi Cahyo Nugroho (01)
2)
Agmal Fasichul Fillahiyan (02)
3)
Amanda Chindy Patrechia (03)
4)
Arif Firman Syah (04)
5)
Ayu
Sri Lestari (05)
XI MIPA 2
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
SMA N 1 JUWANA
2018
Halaman Persetujuan dan Pengesahan
Karya ilmiah berjudul Analisis Unsur Intrinsik Novel Bekisar Merah telah disetujui oleh pembimbing dan disahkan
oleh pembimbing pada:
Hari : ………………………………………….
Tanggal : ………………………………………….
Pembimbing,
Jumiati, S.Pd
NIP 19710326 2006042 004
Halaman Motto dan
Persembahan
A.
Motto
1.
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua
(Aristoteles).
2.
Sesuatu yang belum dikerjakan sering kali tampak mustahil,kita baru
yakin kalau kita dapat berhasil melakukannya dengan baik (Evelyn Underhil).
3.
Hal yang kini kita rasa menyenangkan hanya bisa kita nikmati sepenuhnya
saat ini.Karena itu hargailah setiap momen indah dan waktu saat ini (Athena
Glory-Aria).
4.
Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki,tetapi
kita selalu menyesali apa yang belum kita capai (Schopenhaver).
5.
Kita akan menyesal bila mimpi yang kita kejar akhirnya gagal, tetapi
kita akan lebih menyesal bila kita tidak mencoba mengejarnya! (Takagi
Akito-Bakuman).
6.
Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan (Herodotus)
B. Persembahan
Karya tulis ini akan kami persembahkan kepada:
1.
Bapak Wiyarso, S.Pd.,M.M, selaku Kepala SMA Negeri 1 JUWANA.
2.
Ibu Jumiati,S.Pd., selaku Guru Pembimbing karya ilmah ini.
3.
Bapak Muh. Majduddin, S.Pd., selaku Wali Kelas XI MIPA 2.
4.
Bapak/Ibu Guru SMA Negeri 1 JUWANA.
5.
Orang tua kami tercinta.
6.
Dan teman-teman.
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini
dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini menganalis unsur intrinsik penokohan
dan latar dalam Novel Berkisar Merah.
Karya
ilmiah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia kelas XI
semester genap tahun pelajaran 2017/2018 SMA N 1 Juwana. Suatu kebahagiaan
tersendiri, jika karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis mengetahui ada beberapa kesulitan dalam menyusun karya ilmiah ini,
dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun pada akhirnya
karya ilmiah ini dapat terselesaikan tentulah karena beberapa pihak yang telah
membantu dalam penulisan laporan ini.
Untuk
itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya, utamanya kepada yang terhormat:
- Ibu Jumiati, S.Pd. selaku guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia kelas XI MIPA 2.
- Bapak Muh. Majduddin selaku wali kelas XI MIPA 2.
- Teman teman kelas XI MIPA 2
Tidak ada yang dapat penulis berikan
kepada mereka selain iringan do’a yang tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka
diterima dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Akhirnya,
penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan laporan penelitian ini.
Semarang,
06 September 2013
Penulis
ABSTRAKSI
Karya ilmiah yang berjudul Analisi
Unsur Intrinsik Novel Bekisar Merah disusun oleh Adi Cahyo Nugroho; Agmal Fasichul Fillahiyan; Amanda
Chindy Patrechia; Arif Firman Syah; dan Ayu Sri Lestari.
Kata kunci : Analisis, Unsur Intrinsik, Novel,
Bekisar Merah.
Analisis adalah kajian yang dilaksanakan
terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui unsur intrinsik novel Bekisar Merah. Unsur intrinsik adalah
unsur yang membangun karya sastra dari dalam atau menurut dirinya (karya sastra
itu sendiri. Novel adalah karangan prosa yang penjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku. Unsure intrinsic yang akan dibahas yaitu dari segi
penokohan dan setting (latar). Penokohan adalah proses, cara, perbuatan
menokohkan; penciptaan citra tokoh dalam karya susasta. Latar (setting) adalah
Metode yang penulis gunakan yaitu teknik
pengumpulan data. Berupa kajian literasi atau kajian pustaka.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
.................................................................................................. i
Halaman Persetujuan Dan Pengesahan...............................................................
ii
Halaman Motto Dan Persembahan.....................................................................
iii
Kata Pengantar....................................................................................................
iv
Abstraksi............................................................................................................. ..v
Daftar Isi.............................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang ....................................................................................... 1
2.
Identifikasi Masalah................................................................................ .1
3.
Pembatasan Masalah............................................................................... .2
4.
Rumusan Masalah...................................................................................
2
5.
Tujuan Penulisan.....................................................................................
2
6.
Manfaat................................................................................................... .2
7.
Ruang Lingkup Penulisan....................................................................... .2
8.
Definisi Operasioal.................................................................................. .2
BAB II LANDASAN TEORI...................................................................3
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................4
BAB IV PEMBAHSAN
1.
Penggambaran Sinopsis.........................................................................5
2. Tokoh dan Penokohan..................................................................6
3. Latar.............................................................................................20
BAB V PENUTUP
1.
Kesimpulan................................................................................24
2.
Saran .........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Karya sastra dibuat dengan
tujuan untuk dinikmati pembaca dengan nilai estetiknya. Kajian dibuat untuk
dapat memahami secara lebih dalam terhadap sebuah
karya untuk memperoleh penikamatan dan penghayatan yang dalam pula kajian dimaksudkan untuk melatih daya pikir dan
perasaan secara kritis, dan selanjutnya dapat diharapkan untuk meningkatkan
kemampuan apresiasi sastra. Membaca merupakan melihat dan menghayati suatu tulisan
(KBBI,2002:61). Agar dapat membaca, memahami, dan menikmati karya sastra
diperlukan pengetahuan karya sastra. Ini dimaksudkan agar pemahaman terhadap
karya sastra tidak bersifat dangkal saja.
Karya sastra merupakan cermin dari ide penulis
dikehidupan sekitarnya dalam bentuk prosa. Adapun yang berpendapat bahwa karya
sastra merupakan karangan yang berasal dari imajinasi sang penulis. Karya sastra memiliki sifat yaitu: bersifat kayal
(fictionality); memiliki nilai nilai seni (aestic values) yang memiliki
keunggulan (unity), kesatuan dan keragaman (unity invariety), keseimbangan
(balance), keselarasan (harmony), tekanan atau fokus yang tepat (right
emphasis); penggunaan bahasa yang khas sebagai media sastra
(special us of language).
Pada zaman sekarang generasi muda lebih menyenangi
karaya sastra berbentuk prosa khususnya novel. Karya sastra berbentuk prosa dibangun atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan
unsur pembangun cerita dari dalam cerita. Unsur ekstrinsik merupakan unsur
pembangun cerita dari luar cerita. Agar pembaca memikirkan dan memahami isi
dari jalan cerita novel diperlukan pengetahuan. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui dengan mudah maksud pengarang. Untuk itu, penulis akan membahas
unsur intrinsik Novel Bekisar Merah.
2.
Identifikasi Masalah
1.
Bagaimana
analisis unsur penokohan dalam Novel Bekisar
Merah?
2.
Bagaimana
analisis unsur latar dalam Novel Bekisar
Merah?
3.
Bagaimana
analisis unsur tema
dalam Novel Bekisar Merah?
4.
Bagaimana
analisis unsur alur
dalam Novel Bekisar Merah?
5.
Bagaimana
analisis unsur sudut
pandang dalam Novel Bekisar Merah?
6.
Bagaimana
analisis unsur amanat dalam Novel Bekisar Merah?
7.
Bagaimana
analisis unsur gaya
bahasa dalam Novel Bekisar Merah?
3.
Pembatsan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
penulis hanya akan membahas unsur intrinsik dari
segi penokohan dan latar.
4.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
analisis unsur penokohan dalam Novel Bekisar
Merah?
2.
Bagaimana
analisis unsur latar dalam Novel Bekisar
Merah?
5.
Tujuan
1.
Menjelaskan
unsur penokohan dalam Novel Bekisar
Merah.
2.
Mendeskripsikan
unsur latar dalam Novel Bekisar Merah.
6.
Manfaat
Menambah wawasan tentang unsur intrinsik
yang ada di
dalam novel terutama
unsur penokohan dan latar.
7.
Ruang lingkup Penulisan
Penulis
membuat karya ilmiah ini berdasarkan kemampuan siswa untuk menentukan unsur
intrinsik penokohan dan latar pada suatu cerita atau novel.
8.
Definisi
Operasional
Kajian merupakan
“penelaahan, pengkajian, penyelidikian, penelitian”
(Nurgiantoro, 2012:30). Fiksi merupakan
“sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca di samping adanya tujuan estetik” (Nurgiantoro, 2012:3).
BAB II
LANDASAN TEORI
Kajian Fiksi adalah penelaahan, pengkajian, penelitian,
sebuah cerita yang memiliki tujuan menghibur pembaca. Unsur intrinsik
adalah unsur yang terkandung di dalam suatu karya sastra yang terdiri dari
tema, latar, alur, penokohan, sudut pandang, amanat. Novel merupakan “tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah” (KBBI, 2002 : 438). Menurut Santosa, dkk (2008:90) penokohan merupakan “ usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Penokohan terdiri dari watak dan peran.
Peran adalah
“ sarana utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik ” Peran terdiri dari protagonis, antagonis, dan tritagonis. Protagonis ialah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Antagonis adalah peran lawan,
karena dia sering kali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tritagonis peran penengah yang bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.
Watak adalah “sifat batin manusia
yang memengaruhi segenap pikiran dan perbuatan” (KBBI, 2002 : 626). Contoh watak : pemarah, penyabar, penyayang, ceria, pemaaf,
bijaksana, tidak percaya diri, pendiam, pendendam, jujur, tamak,
licik, penakut, pembenci, pemalas, rajin, sombong, pengkhianat, cuek, penghina,
munafik, egois, iri, setia, buas, jinak, hemat, boros, boros, pelit, dll.
Latar merupakan keterangan mengenai waktu, ruang,
dan suasana terjadinya peristiwa atau cerita. Latar waktu adalah keterangan penangkapan peristiwa dalam
novel tersebut terjadi. Contoh : pagi hari, siang hari, malam hari, pukul 4 sore, dan lain – lain. Latar tempat
menunjukkan keterangan tempat peristiwa dalam novel terjadi. Contoh: di dalam
bus, di rumah, di kamar, dan lain lain.
Latar suasana menggambarkan suasana peristiwa dalam novel terjadi. Contoh :
gembira, sedih, romantis,
dan lain – lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam mengakaji Novel
Bekisar Merah kita menggunakan kajian literasi /
kajian
pustaka. Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal paper, artikel, disertai tesis, skripsi, hand outs,
laboratory,manuals, dan karya ilmiah lainya yang dikutip di dalam penulisan proposal. Tujuan pengkajian pustaka yaitu menginformasikan kepada pembaca hasil – hasil penelitian lain yang berkaitan erat dengan literatur-literatur yang ada, dan mengisi celah – celah dalam penelitian
– penelitian sebelumnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
1.
Penggambaran Sinopsis
Lasi seorang wanita yang memiliki
ayah bekas serdadu Jepang, kulitnya yang putih dan matanya yang khas membawa
dirinya menjadi bekisar untuk menjadi hiasan sebuah gedung dan kehidupan megah
seorang lelaki kaya di Jakarta. Ia lahir dalam keluarga petani gula kelapa
sebuah desa di pedalaman, Lasi terbawa arus sejarah hidupnya sendiri dan
berlabuh dalam kemewahan kota yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Lasi
yang baru saja terpuruk karena bercerai dengan mantan suaminya Darsa seorang
penyadap nira kelapa yang mengalami sebuah kecelakaan yaitu jatuh dari pohon
kelapa dan menyebabkan dirinya menderita Impotensi. Namun, untuk menyembuhkan
penyakitnya itu oleh Bunek seorang bidan desa. Darsa diharuskan untuk
menyetubuhi putrinya Sipah yang lumpuh. Darsa bimbang namun akhrinya ia pun
menyanggupinya. Tak disangka Sipah pun hamil dan Darsa diminta untuk
menikahinya. Akhirnya Lasi pun menceraikan Darsa dan pergi meninggalkan desanya
merantau ke Jakarta dan bertemu dengan Bu Lanting seorang germo. Lasi pun
diangkat menjadi anaknya. Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan
Handarbeni seorang kaya raya yang sudah tua dan akhirnya Lasi
mau dinikahkan dengan Handarbeni untuk mencoba merubah nasibnya da membuktikan
pada orang kampungnya bahwa ia bukan lagi Lasi yang selalu mereka gunjingkan
sejak kecil.
Setelah menikah Lasi mencoba
menikmati kemewahan itu dan rela membayarnya dengan kesetiaan penuh pada Pak
Han seorang suami tua yang sudah lemah. Namun, Lasi gagap ketika menemukan
nilai perkawinannya dengan Pak Han hanya sebuah keisengan, main-main dan
menurutnya sangat ganjil sebab Pak Han tidak mampu untuk menyentuh Lasi
karena faktor usia yang menyebabkannya menderita impoten. Namun, untuk
menjaga gengsinya Ia meminta Lasi untuk tidak memberitahu siapa pun dan tidak
menceraikannya. Pak Han pun menuruti semua keinginan Lasi serta memberinya
kebebasan untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Dalam kegelapan itu Lasi bertemu
dengan Kanjat, teman sepermainan yang sudah mejadi lelaki matang. Lasi ingin
Kanjat menolongnya seperti dulu ketika keduanya masih sama-sama bocah. Lasi
ingin Kanjat membebaskan dirinya dari kurungan bekisar di rumah Pak Han. Tetapi
Kanjat sibuk sendiri dengan kegiatan kemasyarakatan dalam upaya memperbaiki
kehidupan para petani gula kelapa. Maka Lasi harus bisa memutuskan sendiri
untuk tetap menjadi bekisar dalam kurungan kehidupan kota yang makmur tetapi
ganjil atau terbang untuk membangun kembali dunianya sendiri yang sangat membingungkan.
a. Tokoh dan Penokohan
1. Lasiyah (Lasi)
Lasiyah adalah tokoh utama sekaligus tokoh
protagonis dalam novel Bekisar Merah. Tokoh ini adalah tokoh yang sering kali
muncul dan mendominasi cerita. Pengarang menggunakan teknik dramatik
dalam pelukisan tokoh.
a. Lasi memiliki ciri-ciri fisik; memiliki bola
mata hitam pekat, berkelopak tebal tanpa garis lipatan, kulitnya bersih, rambut
hitam lurus lebat, dan memiliki badan yang indah. Kutipan yang menjelaskan ciri
fisik Lasiyah, dilukiskan atau digambarkan oleh tokoh lain yaitu tokoh Darsa
dan Mbok Wiryaji:
Darsa
selalu berdebar bila menatap bola mata istrinya yang hitam pekat.
Seperti kulitnya, mata Lasi juga khas; berkelopak
tebal, tanpa garis lipatan. Orang
kampung mengatakan mata Lasi kaput. Alisnya kuat dan agak naik pada kedua
ujungnya. Seperti cina (Ahmad Tohari, 2005:11)
Dengan
mata yang sayu dipandanginya anaknya yang tetap membisu. Dalam hati mbok
Wiryaji bangga akan anaknya; kulitnya bersih dengan rambut hitam lurus yang sangat
lebat dan badannya lebih besar dari anak-anak sebayanya. Tungkainnya lurus dan
berisi (Ahmad Tohari, 2005: 37)
b. Tokoh Lasi dalam Bekisar Merah memiliki
watak baik hati, istri yang berbakti. Tetapi Lasi memiliki watak negatif,
yaitu watak Lasi tidak mudah memaafkan dan melupakan sakit hati. Kutipan yang
menunjukkan watak baik hati Lasi adalah ketika ia harus menerima lamaran Pak
Han karena dia merasa harus membalas budi atas kebaikan Bu Lanting selama
ini.Dua pilihan? Oh, tidak. Hanya satu pilihan! Tiba-tiba Lasi sadar dirinya
bahwa dia berhadapan dengan hanya satu pilihan. Lasi hampir mustahil bilang
“tidak”. Lasi merinding ketika menyadari dirinya telah termakan oleh sekian
banyak pemberian; penampungan oleh Bu Lanting, segala pakaian, bahkan juga makan
dan minum. Uang dan perhiasan. Belum lagi hadiah-haiah dari Pak Han. Lasi
merasa terkepung dan terkurung oleh segala pemberian itu. Lasi terkejut dan
merasa dikejar oleh aturan yang selama ini diyakini kebenarannya. Bahwa
tak ada pemberian tanpa menuntut imbalan. Dan siapa mau menerima harus mau pula
memberi. “ ya ampun, ternyata diriku sudah tertimbun rapat oleh utang
kabecikan, utang, utang budi, atau apalah namanya. Bila aku masih punya muka,
aku harus menuruti kemauan Bu Lanting untuk membayar lagi utang itu. Aku
tak mungkin menampik Pak Han. Tak mungkin?” (Ahmad Tohari, 2005: 203).
c. Watak negatif tokoh Lasi adalah tidak mudah
memaafkan dan pendendam dilukiskan dengan cerita atau secara deskripsi narasi.
Kutipan yang menjelaskan watak negatif tokoh Lasi sebagai berikut:
Dalam
kamarnya Lasi duduk dengan pandangan mata kosong. Lasi masih tercekam oleh
pengalaman digoda anak-anak sebayanya. Meskipun godaan anak nakal hampir
terjadi setiap hari, Lasi tak pernah mudah melupakannya. Bahkan ada pertanyaan
yang mengembang dalam hati; mengapa anak-anak perempuan lain tidak mengalami
hal sama? Mengapa namanya selalu dilencengkan menjadi Lasipang? Dan apa orang
jepang? (Ahmad Tohari, 2005: 34).
Selain itu watak Lasi yang negatif adalah mudah mengeluh, kutipan
yang menunjukkan watak Lasi sebagai berikut:
Di rumah, Lasi menyiapkan tungku dan kawah
untuk mengolah nira yang sedang diambil suaminya. Senja mulai meremang.
Setumpuk kayu bakar diambilnya dari tempat penyimpanan di belakang tungku.
Sebuah ayakan bambu disiapkan untuk menyaring nira. Pada musim hujan Lasi
sering mengeluh karena jarang tersedia kayu bakar yang benar-benar kering.
Mengolah nira dengan kayu setengah basah sungguh menyiksa. Bahkan bila tak
untung, gula tak bisa dicetak karena pengolahan yang tak sempurna (Ahmad
Tohari, 2005: 16-17).
d. Berusaha
memuaskan suaminya, mempunyai pendirian, dan kurang setia
Bukti :
1) Tetapi
Lasi yang merasa dingin masuk ke bilik tidur hendak mengambil kebaya. Dan
Darsa mengikutinya, lalu
mengunci pintu dari
dalam. Keduanya tak keluar lagi (Hal.11) Lasi mandi besar lagi meski
erambutnya
belum sempat
kering (Hal.12)
2) “Bagaimana,
ya? Aku tak bias menjelaskannya. Aku hanya merasa lebih baik beradadi sini
daripada tinggal di rumah karena bagiku amatlah sulit dimaru bareng sabumi,
dimadu dalam satu kampong. Tetapi, Jat, mengapa
kamu bertanya
seperti itu?” (Hal. 175)
e.
Baik hati, menerima apa adanya, rendah hati
Bukti:
“Sebenarnya saya belum berpikir tentang
segala macam itu. Saya malu. Saya masih punya suami. Dan hati saya belum tenang
dari kesusahan yang saya bawa dari kampung. Lagi pula, apa betul Pak Han
mengharapkan saya? Bu, saya Cuma perempuan dusun yang miskin dan hanya tamat
sekolah desa jadi apa yang diharapkan Pak Han dari orang seperti saya?”. (Halaman
199 paragraf 6).
2. Darsa
Tokoh Darsa adalah tokoh antagonis karena
tokoh ini yang menyebabkan konflik dalam batin tokoh utama (Lasi). Tokoh ini
yang pada mulanya memunculkan konflik dalam cerita.
a. Sisi positif watak Tokoh Darsa memiliki
semangat bekerja yang tinggi. Kutipan yang menunjukkan psikis dari Darsa yang
memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja sebagai berikut. Meski punya
pengalaman pahit terbanting dari ketinggian puncak kelapa, semangat Darsa tetap
tinggi, tak terlihat kesan khawatir akan jatuh buat kali kedua. Di Karangsoga
belum pernah terdengar cerita seorang penyadap jera karena jatuh…. (Ahmad
Tohari, 2005: 68).
Dari kutipan di atas jelas bahwa Darsa tetap semangat dalam keadaan sakit.
Bahkan pada akhir cerita dilukiskan kembali watak Darsa yang memliki jiwa
semangat. Kemiskinan yang dilami, bahkan saat listrik-listrik masuk desa
Karangsoga dan hampir seluruh pohon-pohon kelapa Darsa terkena aliran listrik
dan harus ditebang. Dia tetap memperlihatkan semangatnya sebagai seorang
penderas kelapa, walaupun hanya tinggal tiga pohon saja.
b.
Tidak teguh pendirian
Bukti:
“…Tiada lagi Darsa karena yang ada
ketika itu adalah Darsa yang lain, Darsa yang lupa pada Lasi, Darsa sing
ora eling, Darsa yang lupa akan Sang Kesadaran Tertinggi…” (Halaman 108 alenia 2).
c. Rajin
bekerja , setia kepada istrinya namun lalai
Bukti :
1) Darsa
hampur terlelap di samping istrinya ketika suasana di luar tiba-tiba berubah.
Hujan benar-benar berhenti, bahkan matahri
yang kemerahan muncul dari balik
awan hitam. Semangat penyadap sejati membangunkan Darsa. Ia segera bangkit dan
keluar dari bilik tidur. Lasi pun mengerti, suaminya terpanggil oleh
pekerjaannya, oleh semangat hidupnya. (Hal. 11)
2) Pada
detik genting yang tiba-tiba terasa menyergapnya iku Darsa hanyut, lebur dan
mungkin sirna. Hilang. Tiada lagi Darsa karena yang ada ketika itu adalah Darsa
yang lain, Darsa yang lupa pada Lasi,
Darsa sing ora eling, Darsa yang lupa akan Sang Kesadaran Tertinggi. (Hal.
107-108)
3. Pak Handarbeni
Tokoh Pak Handarbeni atau sering disebut Pak
Han ini merupakan tokoh antagonis juga, karena tokoh ini menyebabkan konflik
batin pada diri tokoh utama (Lasi). Tokoh ini yang kemudian membuat tokoh utama
mengalami konflik batin. Keegoisan sifat dari Pak Han ini yang mendominasi
penyebab konflik batin antara Lasi dan Pak Handarbeni.
a) Tokoh Pak Han dijelaskan dimensi fisik dan
psikisnya. Ciri fisiknya adalah tubuhnya bundar, wajahnya gemuk, tengkuk,
dagunya tebal, dan hidungnya gemuk. Kutipan yang menunjukkan ciri fisik Pak Han
dilukiskan melalui deskripsi sebagai berikut:
……Hal
pertama yang tekesan oleh Lasi adalah cincin emas besar dengan batu yang
berwarna biru melingkar dijarinya. Jam tangannya pun kuning emas. Lalu tubuhnya
yang bundar tampa pinggang dan perutnya yang menjorok ke depan. Wajahnya
yang gemuk hampir membentuk bulatan. Tengkuk dan dagunya tebal. Hidungnya gemuk
dan berminyak. Lasi juga mencium wewangian yang dikenakan tamu itu (Ahmad
Tohari, 2005: 181).
b)
Baik hati, dermawan, gengsian
Bukti:
“Las, aku memang sudah tua. Aku tak
lagi bisa memberi dengan cukup. Maka, kamu kehendaki, kamu aku izinkan meminta
pada lelaki lain. Dan syaratnya hanya satu: kamu jaga mulut dan tetap tinggal
di sini menjadi istriku. Bila perlu, aku sendiri yang akan mencarikan lelaki
itu untukmu”. (Halaman 267 paragraf akhir ).
c) Seorang
pengusaha kaya raya yang menikahi Lasi hanya untuk nafsu birahinya
Bukti :
Tetapi Lasi
menjadi sangat kecewa
ketika menyadari bahwa perkawinannya dengan Handarbeni memang
benar main-main. Lasi merasa dirinya
hanya dijadikan pelengkap
untuk sekadar kesenangan
dan gengsi. (Hal. 266)
4. Kanjat
Tokoh Kanjat merupakan tokoh tritagonis,
kedudukan tokoh Kanjat ini sebagai penengah konflik. Tokoh Kanjat sebagai
pelerai konflik yang terjadi pada tokoh utama yaitu Lasi. Kanjat sejak kecil
dilukiskan sebagai orang yang memiliki watak yang baik dan selalu membela Lasi,
bahkan menjadi teman ketika Lasi diasingkan oleh anak-anak yang lain.
a) Tokoh Kanjat saat dewasa dilukiskan sebagai
tokoh yang tetap mencintai Lasi walaupun dia seorang janda. Kehadiran tokoh
Kanjat sanagat berperan penting ketika terjadi adanya konflik pada tokoh utama.
Tokoh Kanjat dari kecil hingga dewasa dilukiskan memiliki watak yang baik, suka
menolong, dan kepedulian tinggi kepada sesama. Kutipan yang menunujukkan watak
tokoh Kanjat sebagai berikut:
“Las,
aku tidak ikut nakal, “ujar Kanjat yang tubuhnya lebih kecil karena usianya dua
tahun lebih muda. “Kamu tidak marah padaku, bukan?” (Ahmad Tohari, 2005: 33)
Semua
kenyataan yang ditemukan Kanjat dalam penelitian mengangkat laten keprihatinan
terhadap kehidupan para penyadap ke permukaan kesadarannya. Keprihatinan bahkan
keterpihakan. Dengan demikian Kanjat sesungguhnya menyadari penyusunan skripsi
yang dilakukannya mempunyai kesadaran subjektivitas, setidaknya pada tingkat
motivasinya… (Ahmad Tohari, 2005: 125).
b) Laki-laki
cerdas , gagah yang mencintai Lasi
Bukti :
“Bahkan
sesungguhnya aku merasa malu bila orang-orang Karangsoga tahu bahwa aku
menyukai Lasi. Maka aku minta kamu jangan bocor mulut.Tahanlah lidahmu
setidaknya selama Lasi belum bercerai dari suaminya.”(Hal. 193)
c)
Baik hati, peduli sesama, bijaksana
Bukti:
“Jadi Kanjat sungguh jujur pada
dirinya sendiri ketika dia mengaku kenal, akrab, bahkan menghayati sepenuhnya
kehidupan masyarakat penyadap, dari tangis sampai gelak tawa
mereka” (Halaman 120 Paragraf 2 alenia 10).
5. Mbok Wiryaji
Tokoh Mbok Wiryaji merupakan tokoh
tambahan yang fungsinya sebagai pendukung tokoh utama.
a) Tokoh Mbok Wiryaji adalah ibu Lasiyah yang
digambarkan sebagai sosok yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi
kehidupan. Kutipan yang menunjukkan watak sabar dari tokoh Mbok Wiryaji
sebagai berikut:
Sesungguhnya
Mbok Wiryaji sudah bertekad menanggung sendiri kesusahan itu. Tak perlu orang
lain, apalagi Lasi, ikut menderita. Namun orang Karangsoga gemar bergunjing
sehingga Lasi mendengar rahasia yang ingin disembunyikannya… (Ahmad Tohari,
2005: 36).
Kutipan di atas membuktikan bahwa tokoh Mbok Wiryaji ikhlas dan sabar
mengahadapi hujatan orang desa yang memiliki pandangan bahwa perkawinan
campuran menurut orang Jawa merupakan perbuatan yang tercela. Kesabaran semakin
ditunjukkan tokoh Mbok Wiryaji ini yang selalu diam dan tidak banyak
menceritakan masa lalunya kepada anaknya.
b) Sedangkan watak tokoh yang menunjukkan watak
ikhlas ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini:
“as,
mereka tahu apa dan siapa kamu sebenarnya. Tetapi aku tak tahu mengapa mereka
lebih suka cerita palsu, barangkali untuk menyakiti aku dan kamu. Sudahlah,
Las, biarkan mereka. Kita sebaiknya nrima saja. Kata orang, nrima ngalah
luhur wekasane, orang yang mengalah akan dihormati pada akhirnya” (Ahmad
Tohari, 2005: 40).
c)
Baik hati, sabar
Bukti:
“Sudahlah, Las, biarkan mereka. Kita
sebaiknya nerima saj. Kata orang, nerima ngalah luhur
wekasane, orang yang mengalah akan dihormati pada akhirnya”. (Halaman 40
paragraf 11 alenia 4).
d) Cerewet,
tidak sabar dalam mengambil keputusan
Bukti :
“Saya tidak
main-main, Eyang Mus. Sekarang Darsa memang hanya bisa ngompol, ditambah
perangainya yang berubah jadi pemarah. Dengan keadaan seperti itu, sampai
kapan Lasi bias bertahan, dan haruskah saya diam belaka?” Pak Tir pun menangkap kata-kata Mbok Wiryaji
dengan maksud tidak lagi menghendaki Darsa jadi menantunya (Hal. 59)
6. Wiryaji
Tokoh Wiryaji merupakan tokoh tambahan yang
fungsinya sebagai pendukung tokoh utama.
a) Tokoh Wiryaji memiliki watak sabar dan
pasrah. Kutipan yang menunjukkan psikis Wiyaji sebagai berikut:
“Rasanya
kami sudah berusaha semampu kami,” ujar Wiryaji mencairkan kebisuan. “utang
sudah kami gali dan tentu tak akan mudah bagi kami mengembalikannya. Bila usaha
kami ternyata tak cukup untuk menyembuhkan Darsa, kami sudah tak bisa berbuat
apa-apa lagi. Kami tinggal pasrah” (Ahmad Tohari, 2005: 52).
b)
Peduli, baik hati
Bukti:
“Sudah malam begini kamu mau meneruskan
pekerjaanmu?”. (Halaman 22 paragraf 6 ).
7. Eyang Mus
Tokoh Eyang Mus sebagai tokoh tritagonis
sebagai pelerai dan peredam konflik yang terjadi dalam cerita Bekisar Merah.
a) Tokoh Eyang Mus memiliki fungsi penengah
konflik yang terjadi. Melalui tokoh Eyang Mus ini juga, pengarang berusaha
menyampaikan nilai-nilai pendidikan kususnya nilai pendidikan agama dan budaya.
Watak yang dimiliki oleh Eyang Mus antara lain; penyabar,
bijaksana, berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan, serta percaya akan
kuasa Tuhan dan takdir hidup. Kutipan yang menunjukkan watak dari tokoh Eyang
Mus yang sabar dan berhati-hati dalam mengambil keputusan ditunjukkan melalui
dialog tokohnya sebagai berikut:
“Sabar.
Dari dulu aku selalu ikut menanggung kesulitan yang kalian hadapi. Sekarang aku
juga ikut menyalahkan Darsa. Memang, wong lanang punya wenang.
Tetapi sesekali tak boleh sewenang-wenang. Jelas Darsa salah. Namun aku minta
jangan dulu bicara soal perceraian” (Ahmad Tohari, 2005: 76).
Kutipan di atas membuktikan watak Eyang Mus yang penyabar ternyata
bermanfaat sebagai pelerai konflik yang terjadi. Kemunculan tokoh Eyang Mus
sebagai penasehat ketika terjadi konflik di Karangsoga. Kutipan di atas
juga menjenegaskan bawa, tokoh tritagonis ini memiliki fungsi penting
penyampaian amanat pengarang tentang nasihat kehidupan.
b) Watak tokoh Eyang Mus yang percaya akan kuasa
Tuhan dan takdir hidup ada ditangan Tuhan. Kutipan yang menunjukkan watak
tersebut sebagai berikut ini:
“Bila
kamu percaya segala kebaikan datang dari Gusti dan yang sulit-sulit datang dari
dirimu sendiri, hanya kepada Gusti pula kamu harus meminta pertolongan
untuk mendapat jalan keluar. Jadi, lakukan pertobatan lalu berdoa dan berdoa.
Bila masih ada jodoh, takkan Lasi lepas dari tanganmu. Percayalah” (Ahmad
Tohari, 2005: 118).
Kutipan di atas menunjukkan menunjukkan watak Eyang Mus sebagai tokoh
tritagonis penengah konflik. Watak tersebut juga menguatkan bukti bahwa
pengarang, melalui tokoh Eyang Mus ingin menyampaikan pesan tentang nilai-nilai
pendidikan, kususnya nilai-nilai pendidikan agama. Watak itu juga menunjukkan
fungsi tokoh tritagonis sebagai penengah konflik yang terjadi pada tokoh-tokoh
yang lain, baik tokoh utama maupun tokoh tambahan.
c)
Baik hati, bijaksana, religius
Bukti:
“Keputusan berada di tanganmu.
Namun, aku setuju Darsa dibawa ke rumah sakit. Betapa pun kita harus
berikhtiyar sebisa-bisa kita”. (Halaman 23 paragraf 2).
d) Pemberi
nasihat pada setiap orang
Bukti :
“Tetapi jangan
terlalu bersedih hati, karena kamu tidak sendiri. Lebih banyak orang yang
seperti kamu, melakukan kesalahan yang sesungguhnya tak ingin dilakukan karena
kebeningan hati sendiri melarangnya. Sebaliknya, hanya sedikit orang yang setia
menuruti auara kesejatian dalam hatinya”. (Hal.116)
8. Pak Tir
Tokoh Pak Tir merupakan tokoh tambahan. Tokoh
Pak Tir memiliki ciri fisik; gemuk, kepala bulat.
a) Pelukisan ciri fisik tokoh Pak Tir secara
dramatik melalui pelukisan langsung. Sedangkan dimensi psikis tokoh Pak Tir
adalah orang yang mudah tersinggung dan memiliki ambisi besar untuk meraih
harta. Kutipan yang menunjukkan dimensi fisik dan psikis sebagai berikut:
Pak
Tir sendiri sibuk dengan batang timbangan. Lelaki gemuk dengan kepala bulat
yang mulai botak itu bekerja cepat dan mekanis. Tangannya selalu tangkas
dalam memainkan batang timbangan, menangkapnya pada saat yang tepat,
yaitu ketika batang kuningan itu mulai bergerak naik. Keterampilan seperti itu
akan memberikan keuntungan persekian ons gula sekali timbang. Maka Pak Tir
kadang tersinggung apabila ada orang yang terlalu saksama memperhatikan
caranya menimbang gula. Pembayaran gula pun dilakukan Pak Tir dengan gampang
dan dingin (Ahmad Tohari, 2005: 70).
b) Seorang
pedagang nira yang mengambil keuntungan dari kelemahan mitra niaga
Bukti :
Dengan
demikian sebagai tengkulak gula kelapa
ayahnya tidak bias
dipersalahkan
dan keuntungan yang di dapat adalah sah dan wajar. Pak Tir,
hanyalah ujung
tangan sebuah jaringan yang bukan hanya perkasa, melainkan
juga mampu
menciptakan ketergantungan yang sangat niscaya sehingga para
penyadap sendiri
dipaksa membutuhkan mereka. (Hal. 131)
9. Bunek
Tokoh Bunek merupakan tokoh tambahan yang
mendukung tokoh utama. Tokoh ini mempengaruhi konflik yang muncul dalam
cerita.
a) Tokoh Bunek dijelaskan ciri fisik dan
psikisnya. Ciri fisiknya tinggi, wajah bulat panjang, kulitnya lembut, dan
rambutnya lebat. Pelukisan ciri Bunek melalui pelukisan langsung. Kutipan yang
menunjukkan fisik tokoh Bunek sebagai berikut:
Orang
bilang ciri paling nyata pada diri Bunek adalah cara jalannya jalannya yang
cepat. Cekat-ceket. Langkahnya panjang dan ayunan tangannya jauh, mungkin
karena Bunek biasa tergesa bila berjalan memenuhi panggilan perempuan yang
sedang menunggu detik kelahiran bayinnya... namun ciri yang lainnya pun tak
kalah mencolok. Bunek selalu kelihatan paling tinggi bila berada di antara
perempuan-perempuan lain. Tawanya mudah ruah, juga latahnya. Pada saat latah,
ucapan yang paling cabul sekalipun dengan mudah meluncur dari mulutnya. Namun
dalam keadaan biasa pun Bunek biasa berkata mesum seringan ia menyebut sirih
yang selalu dikunyahnya. Wajah Bunek bulat panjang dan semua orang
percaya ia cantik ketika masih muda. Kulitnya malah masih lembut meskipun Bunek
sudah punya beberapa cucu. Rambutnya yang paling lebat mulai beruban tetapi
Bunek rajin menyisirnya sehingga menambah kesannya yang rapi dan singset. Ia
selalu ingin bergerak cepat (Ahmad Tohari, 2005: 62).
b) Sedangkan watak Bunek dijelaskan bahwa dia
tokoh yang licik, menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan
hidupnya. Watak yang demikina membuat munculnya konflik dalam cerita. Watak
licik tokoh ini ditunjukkan melalui dialog tokoh. Kutipan yang menunjukkan
watak Bunek sebagai berikut:
Darsa
sesudah kutolong mengembalikan kelelakiannya. Sebagai imbalan aku balik minta
tolong. Permintaanku sangat sederhana, enak pula melaksanakannya; kawini Sipah.
Kalian tahu, menunggu sampai orang melamarnya, repot. Apa kalian
mau mengawini anakku yang pincang itu?
He-he-he” (Ahmad Tohari, 2005: 79).
Kutipan di atas menjelaskan watak licik Bunek. Dia menghalalkan segala
cara supaya Sipah mendapatkan jodoh. Bunek sadar bahwa anaknya yang cacat itu
susah sekali mendapatkan suami. Maka, dengan cara licik ia memanfaatkan
kelemahan Darsa. Kelicikan dan perbuatan Bunek inilah yang kemudian membuat
konflik semakin ruwet.
10. Mukri
Tokoh Mukri merupakan tokoh tambahan.
a) Watak Mukri; penolong, pekerja keras. Kutipan
yang menunjukkan psikis Mukri yang suka menolong dan pekerja keras sebagai
berikut.
“Aku tidak lupa apa yang semestinya kulakukan. Melihat ada kodok
lompat. Aku kemudian melepas celana yang kupakai sampai telanjang bulat. Aku
menari menirukan monyet sambil mengelilingi kodok lompat itu” (Ahmad Tohari,
2005: 21-22).
b) Selain itu, Mukri juga memiliki watak yang
gigih bekerja. Sebagai seorang pemuda desa ia menunjukkan kegigihannya dalam
bekerja. Kutipan yang menunjukkan sebagai berikut.
“Ya. Tetapi aku harus pergi dulu. Pekerjaanku belum selesai.”
“Sudah malam begini kamu mau meneruskan pekerjaanmu?” Pertanyaan
itu berlalu berlalu tanpa jawab. Mukri lenyap dalam kegelapan meski langkahnya
masih terdengar untuk beberapa saat. Kini perhatian semua orang sepenuhnya
tertuju kepada Darsa (Ahmad Tohari, 2005:22).
c) Mempunyai
jiwa tolong menolong
Bukti :
Lelaki itu
datang bukan beban di pundak melainkan di gendongannya. Beban itu
bukan sepingkul pongkor
melainkan sesosok tubuh
yang tak berdaya. Setelah mereka
tertangkap cahaya lampu minyak jadi jelas, lelaki yang membawa beban itu bukan
Darsa melainkan Mukri. Dan Darsa terulai dipunggung lelaki sesama penyadap itu
(Hal. 19)
11. Pardi
Tokoh Pardi merupakan tokoh tambahan. Tokoh
yang berfungsi mendukung tokoh utama.
a) Tokoh Pardi dalam novel ini digambarkan
memiliki psikis yang suka menolong dan bertanggung jawab. Kutipan yang
menunjukkan watak dari tokoh Pardi sebagai berikut:
…..Tetapi
kesempatan itu digunakannya juga untuk titip pesan bagi orangtua Lasi kepada
pemilik warung. Bagaimana juga Pardi ingin membersihkan diri sebab
sebentar lagi pasti ada geger; Lasi raib dari Karangsoga (Ahmad Tohari, 2005:
82-83).
b) Watak Pardi selain bertanggung jawab, dia juga
suka menolong, sikap tersebut ditunjukkan ketika dia menolong Lasi.
Kebaikan yang ditunjukkan oleh Pardi benar-benar tulus untuk menolong Lasi yang
sedang dalam kesusahan. Pardi tidak sama sekali meminta imbalan kepada Pardi.
Kutipan yang menunjukkan sebagai berikut:
“Terima
kasih, Mas Pardi, aku memang tidak memegang uang. Dan uang ini aku terima
sebagai pinjaman. Kapan-kapan aku akan mengembalikannya padamu “. “Jangan
begitu, Las. Kita sama-sama di rantau, jauh dari kampung. Kita harus saling
tolong” (Ahmad Tohari, 2005: 93).
c) Ingin
menolong Lasi, namun di sisi lain tidak ingin menyakiti Darsa
Bukti :
“Baiklah, bils
ksmu sudah bersaksi kepada langit, kepada bumi. Aku pun bersumpah bahwa aku tak
punya urusan dengan pelarianmu ini” (Hal. 82)
12. Bu Koneng
Tokoh Bu Koneng merupakan tokoh tambahan.
a)
Baik demi pamrih
Bukti:
“Nanti dulu, Kali ini ini aku tak
perlu uang”
“Tak Perlu?”Bu Koneng tersenyum
penuh percaya diri.
“Coba lihat cincinmu. Nah, itu
aku suka” (Halaman
141 paragraf 2-4).
b) Tokoh Bu Koneng adalah tokoh yang memiliki
watak licik dan mau melakukan segala hal untuk meraih kepentingannya. Tokoh Bu
Koneng ini dituangkan secara baik. Cara yang digunakan Bu Koneng yaitu dengan
memberikan tempat tinggal, pakaian, makanan, dan sikap keibuan. Namun, dibalik
sikap itu sebenrnya terkandung niat yang ingin mendapatkan keuntungan demi
dirinya sendiri. Kutipan yang menunjukkan watak dari tokoh Bu Koneng sebagai
berikut:
Seorang
teman yang mau mengerti dan bisa menjadi bejana tempat menuangkan perasaan
telah ditemukan Lasi. Degan anggukan kepala dan senyum penuh pengertian
Bu Koneng, dengan cara yang sangat diperhitungkan, menjadikan dirinya sandaran
bagi hati Lasi yang kena badai…. (Ahmad Tohari, 2005: 97).
c) Seorang
mucikari yang baik kepada Lasik arena mengetahui bahwa Lasi perempuan baik-baik
Bukti :
“Di warungku
memang banyak perempuan. Yah, kamu mengerti apa yang kira-kira mereka lakukan.
Dan kamu, Las, tak perlu ikut-ikut mereka. Aku tahu kamu bersih dan tidak
seperti mereka. Kamu bias menjadi penjaga warung. Atau kalau mau, mengurus
pekerjaan dapur” (Hal. 96)
13. Bu Lanting
Tokoh Bu Lanting merupakan tokoh
tambahan.
a) Tokoh Bu Lanting memiliki watak licik,
kebaikan yang dia berikan tidak tulus dan cenderung mementingkan
keinginannya sendiri atau egois. Kutipan yang menunjukkan spikis Bu Lanting
sebagai berikut:
Dua
pilihan? Oh, tidak. Hanya satu pilihan! Tiba-tiba Lasi sadar dirinya bahwa dia
berhadapan dengan hanya satu pilihan. Lasi hampir mustahil bilang “tidak”. Lasi
merinding ketika menyadari dirinya telah termakan oleh sekian banyak pemberian;
penampungan oleh Bu Lanting, segala pakaian, bahkan juga makan dan minum. Uang
dan perhiasan. Belum lagi hadiah-haiah dari Pak Han. Lasi merasa terkepung dan
terkurung oleh segala pemberian itu. Lasi terkejut dan merasa dikejar oleh
aturan yang selama ini diyakini kebenarannya. Bahwa tak ada pemberian tanpa
menuntut imbalan. Dan siapa mau menerima harus mau pula memberi. “ ya
ampun, ternyata diriku sudah tertimbun rapat oleh utang kabecikan, utang, utang
budi, atau apalah namanya. Bila aku masih punya muka, aku harus menuruti
kemauan Bu Lanting untuk membayar lagi utang itu. Aku tak mungkin menampik Pak
Han. Tak mungkin?” (Ahmad Tohari, 2005: 203).
b) Seorang
yang baik di mata Lasi, padahal ia berniat akan menjual Lasi kepada laki-laki
lain
Bukti :
Dalam
pengantarnya Bu Lanting menulis, apabila suka dengan calon
yang disodorkan,
Pak Han harus lebih dulu menepati janji. Pak Han harus menyerahkan kepada Bu
Lanting Mercedesnya yang baru. Plus biaya operasi pencarian sekian juta. Bila
tak dipenuhi, calon akan diberikan kepada orang lain, salah seorang bos
Permina, perusahaan minyak milik Negara.
c)
Baik demi pamrih
Bukti:
“Sudah ku bilang, yang penting kamu
bersedia menerima Pak Han dan kamu akan beruntung. Lagi pula buat apa kamu
mengingat-ingat suami prnghianat . masalah surat cerai dan lain-lain, mudah
diatur.” (Halaman 201 paragraf 3).
14. Si Anting Besar
Tokoh ini memiliki watak yang iri. Watak yang
demikian ditunjukkannya ketika Lasi datang ke warung bu Koneng, dia merasa
bahwa Lasi akan menjadi saingannya. Kutipan yang menunjukkan watak tokoh
Si Anting Besar sebagai berikut:
Selesai
mandi Lasi keluar dengan kain sarung dan kebaya biru terang. Kesan lusuh
berubah menjadi segar. Kulitnya menjadi lebih terang karena warna baju yang
dipakainnya. Rambut disisir dan dikonde seadanya, asal rapi. Bu Koneng
mengajaknya makan pagi, bukan diruang warung melainkan di ruang dalam. Lasi tak
enak karena merasa terlalu diperhatikan, tetapi tak mampu menampik kebaikan Bu
Koneng. Si Betis Kering dan Si Anting Besar selalu mencuri-curi pandang. Tiga
perempuan muda yang tergolek berimpitan pun sudah lama terbangun. Mereka juga
selalu mentap Lasi dengan pandangan mata seorang pesaing (Ahmad Tohari, 2005:
94).
15. Si Betis Kering
Tokoh ini juga memiliki watak yang iri
sama seperti tokoh Si Anting Besar. Watak yang demikian ditunjukkan
ketika Lasi datang ke warung bu Koneng, dia merasa bahwa Lasi akan menjadi
saingannya. Kutipan yang menunjukkan watak tokoh sebagai
berikut:
Selesai mandi Lasi keluar dengan kain sarung
dan kebaya biru terang. Kesan lusuh berubah menjadi segar. Kulitnya menjadi
lebih terang karena warna baju yang dipakainnya. Rambut disisir dan dikonde
seadanya, asal rapi. Bu Koneng mengajaknya makan pagi, bukan diruang warung
melainkan di ruang dalam. Lasi tak enak karena merasa terlalu diperhatikan,
tetapi tak mampu menampik kebaikan Bu Koneng. Si Betis Kering dan Si Anting
Besar selalu mencuri-curi pandang. Tiga perempuan muda yang tergolek berimpitan
pun sudah lama terbangun. Mereka juga selalu mentap Lasi dengan pandangan mata
seorang pesaing (Ahmad Tohari, 2005: 94).
16. Sapon
Tokoh Sapon pada novel Bekisar merah adalah
orang desa pengangkut gula ke kota. Tokoh ini merupakan tokoh tambahan.
Dia memiliki watak tanggung jawab. Watak itu terlihat ketika Sapon
membujuk Lasi untuk kembali ke Karangsoga bersamanya dan Pardi. Kutipan yang
menunjukkan watak Sapon sebagai berikut:
“Jangan,
Las. Kamu jangan merepotkan kami. Kamu harus pulang. Bila tidak, aku dan Mas
Pardi bisa mendapat kesulitan. Kami bisa menjadi sasaran segala macam
pertanyaan” (Ahmad Tohari 2005: 98).
Sapon merasa bertanggung jawab terhadap Lasi
karena ia yang mengijinkan Lasi ikut bersamnya. Sapon juga bertanggug jawab
kepada penduduk dan masih menjunjung tinggi adat sopan santun.
b. Latar
Setting berkaitan
dengan pengadegan, latar belakang, waktu cerita, dan waktu
penceritaan. Pengadeganan artinya penyusunan adegan-adegan di dalam cerita.
Tidak semua kejadian dalam kehidupan sang tokoh dilukiskan di dalam
adegan-adegan. Adegan dipilih yang benar-benar mewakili cerita.Adegan bisa di
dalam rumah dan dapat juga di luar rumah.
1. Latar Waktu
Novel Bekisar Merah
telah banyak menampakkan waktu yang jelas dan spesifik. Setting pedesaan
yang digambarkan dalam Bekisar Merah adalah setting
tahun 1970-an yang mulai sibuk dengan pembangunan. Novel Bekisar
Merah merupakan karya Ahmad Tohari yang dapat digolongkan sebagai novel
berwarna korupsi. Sedangkan setting yang terkait dengan waktu
terlihat pada kutipan berikut ini yaitu menyebutkan hitungan tahun. Kutipan
yang menunjukkan sebagai berikut.
“Oalah, Las, Emak
tidak bohong. Dengarlah. Kamu lahir tiga tahun sesudah peristiwa
cabul yang amat kubenci itu. Entah bagaimana setelah tiga tahun menghilang
orang jepang itu muncul lagi di Karangsoga. Kedatangannya yang ke dua tidak
lagi bersama bala tentara Jepang melainkan bersama para pemuda
gerilya.Tampaknya ayahmu menjadi pelatih para pemuda.Dan mereka, para pemuda
itu, juga Eyang Mus meminta aku memaafkan ayahmu, bahkan aku diminta juga
menerima lamarannya” (Ahmad Tohari, 2005: 39).
Dalam novel Bekisar
Merah selain menunjukkan hitungan tahun, juga menunjukkan setting waktu berupa
hari.Situasi pagi, siang, sore, dan malam.Kutipan yang menunjukkan sebagai
berikut.
Pagi ini lasi
berangkat hendak menjenguk Darsa di rumah sakit kecil di kota kewedahan itu….
(Ahmad Tohari, 2005:45).
Selain itu, setting
waktu ditunjukkan dengan angka jam. Kutipan yang menunjukkan sebagai berikut
Jam tujuh malam
Handarbeni muncul di rumah Bu Lanting. Necis dengan baju kaus kuning muda dan
celana hijau tua.Wajahnya cerah dengan senyum renyah dan sorot mata penuh
kegembiraan.Rambutnya, meskipun sudah menipis, tersisir rapi dan hitam oleh
semir baru. Handarbeni sudah tahu bekisar itu mau, atau setidaknya tidak
menolak menjadi miliknya dari pembicaraan telepon dengan Bu Lanting tadi siang.
Kini Handarbeni datangkarena ingin berbicara sendiri dengan bekisarnya (Ahmad
Tohari, 2005: 212).
2. Latar Tempat
Setting tempat adalah
tempat cerita. Setting cerita dalam novel Bekisar Merah ini lebih banyak
di daerah pedesaan, warung, pasar, dan kota. Ahmad Tohari dalam
Novel Bekisar Merah ini lebih banyak atau dominan melukiskan latar tempat
yang dilukiskan secara indah. Hal itu terlihat pada kutipan berikut:
Karangsoga adalah
sebuah desa di kaki pegunungan vulkanik. Sisa-sisa kegiatan gunung api masih
tampak pada ciri desa itu berupa bukit-bukit berlereng curam, lembah-lembah
atau jurang-jurang dalam yang tertutup berbagai jenis pakis dan paku-pakuan.
Tanahnya yang hitam dan berhumus tebal mampu menyimpan air
sehinggasungai-sungai kecil berbatu-batuan dan parit-parit alam gemercik
sepanjang tahun…. (Ahmad Tohari, 2005: 25).
Tidak hanya tempat
berupa desa, namun novel ini juga menjelaskan secara jelas kehidupan kota,
cerita ketika Lasi pergi dari Karangsoga menuju kota Jakarta. Kutipan yang
menunjukkan setting tempat sebagai berikut.
Sapon membawa Lasi
masuk warung makan yang cukup besar itu dan langsung ke bagian belakang. Lampu
pompa belum dipadamkan, padahal hari sudah terang benderang…. (Ahmad Tohari,
2005: 90).
Setting tempat
sebuah kota juga ditunjukkan oleh novel ini. Tempat-tempat ini menunjukkan
kehidupan kota dan aktivitas orang-orangnya. Kutipan yang menunjukkan sebagai
berikut.
Bu Lanting makin
sering mengajak Lasi keluar makan-makan di lestoran, belanja dipasarnya, atau
berajangsana ke rumah teman.Atau menghadiri resepsi perkawinan di gedung
pertemuan yang megah (Ahmad Tohari, 2005: 166).
Setting tempat berupa sebuah kota Jakarta dijelaskan di sini,
kutipan yang menunjukkan sebagai berikut.
Lasi datang dari
Jakarta membawa sedan, itulah celoteh terbaru yang segera merambat ke semua
sudut Karangsoga. Dan cerita pun menuruti kebiasaan di sana, berkembang tak
terkendali ke segala arah… (Ahmad Tohari, 2005: 241).
Darsa yang basah
dilepas dengan hati-hati.Ada yang memaksa Darsa menenggak telur ayam mentah.
Mereka lega setelah menemukan tubuh Darsa nyaris tanpa cedera kecuali beberapa
luka goresan pada tangan dan punggung......(Ahmad Tohari, 2005: 21).
3.
Latar Suasana
a.
Gelisah
saat darsah harus menunggu hujan reda untuk menderes air nira
b.
Semangat
: ketika darsah tahu hujan telah reda
c.
Sedih:
saat lasi tahu Darsah jatuh dan di tolong oleh mukri
d.
Kebimbangan:
karena tidak ada biaya untuk mengobati darsah di rumah sakit
e.
Sedih:
ketika Lasi di ejek teman-temannya di katakan lasipang si Lasi anak jepang
f.
Gelisah:
ketika bersama Handarbeni ketika ia minta persetujuan L asi untuk menikah
dengannya.
g.
senang:
mengetahui kanjat mencintai nya
h.
sedih:
darsah sedih ketika ia meratapi nasibnya di tingggal Lasi dan sumber mata
pencahariannya harus ditumbang.
i.
senang:
ketika Kanjat menikah dengan Lasi
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dalam novel bekisar merah ini perjuangan seseorang
dalam menjalani kehidupannya yang jelas tergambar pada nasib tokoh. Kehidupan
yang dominan di dalam novel yaitu kehidupan Lasi dari kehidupan ia ketika
diperolok-olokan temannya karena mirip jepang, kehidupan pernikahannya selama
tiga tahun dengan Darsah sang penyadap air nira kelapa hancur karena
perselingkuhan Darsah dengan Sipah untuk membalas budi Bunek, dan kehidupan
Lasi ketika di Jakarta di Warung Bu Kuneng dan kemudian ia tinggal di warung Bu
Lintang dan menikah dengan Handarbeni ia berjumpa dengan Kanjat lalu setelah
itu menikah.
Novel mengandung unsur ekstrinsik nilai-nilai
sosial, budaya, ekonomi dan agama yang dapat diambil hikmahnya oleh
pembaca.
2.
Saran
a. Kami mengharapkan agar cerita ini mempunyai akhir yang jelas karena
ceritanya agak menggantung kami tidak mengetahui alasannya apakah untuk membuat
pembaca penasaran atau yang lainnya.
b. Kami mengharapkan adanya perbaikan kata-kata yang
sulit dimengerti agar pembaca dapat lebih mengerti jalan ceritanya.
DAFTAR PUSTAKA
Pratama, Aditya Bagus. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya : Pustaka Media.
Nurgiyantoro,Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tohari, Ahmad.
1993. Bekisar Merah.Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
www.temukanpengertian.co.id.2014.temukan pengertian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar