Senin, 26 Agustus 2019

contoh cerpen remaja


ADH
(Arti Dari Hijrah)
Oleh Amanda Chindy Patrechia

                          Seorang anak dari sepasang suami istri yang hidup sederhana tinggal disebuah desa kecil bernama Agungmulyo Rt 02 Rw 01, memiliki seorang ayah yang pekerja keras, apapun macam pekerjaannya ia lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Serta seorang ibu yang bisa dikatakan seorang bidadari, bidadari yang mampu mengubah rumah kecil bak istana bagi keluarga kami, bidadari yang mampu menghasilkan pundi pundi rupiah demi membantu tugas seorang suami. Tanpa kenal lelah mereka mengais pundi pundi rupiah, tanpa kenal waktu mereka mencarikan uang jajan untuk anak-anaknya. Saat sepertiga malam telah tiba, ku mencoba menguping pembicaraan bidadari tersebut dengan sang pemberi rezeki. Ku dengar rintihan doa terucap dalam lantunan doa beliau. Doa agar mereka mampu membahagiakan anak mereka.
                      Tujuh belas tahun yang lalu tepatnya tanggal 31 Juli 2001, seorang anak perempuan dilahirkan, tepatnya anak itu adalah aku. Dimana aku ini memiliki nama Amanda Chindy Patrechia. Dalam proses datangnya aku di dunia ini ada banyak hal unik terjadi, seolah-olah ini pertanda akan ada hal hal unik dalam perjalanan kehidupanku nanti. Sebelum aku dilahirkan, dokter telah mengatakan bahwa calon anak dari orang tuaku adalah laki-laki, hal itu telah dibuktikan lewat media ultrasonografi di salah satu rumah sakit di Pati. Tetapi, pada kenyataannya, aku telah direstui Tuhan untuk dilahirkan sebagai seorang wanita. Bukan hanya itu, dalam proses kelahiranku berbeda dengan orang normal biasanya. Kalau biasanya bayi lahir dari kepala terlebih dahulu, lain dengan aku, kakiku telah merasakan bumi untuk pertama kalinya.
                     Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun telah kulewati dengan nama Chindy kecil. Chindy merupakan anak pertama dari Edi Kunarso dan Rumiati, yang tinggal disebuah gubuk kecil yang mungkin tidak bisa dibilang sebuah rumah. Namun apa daya, kami hanya sebuah keluarga yang harus menyukuri apapun yang Tuhan berika di dunia ini, dengan harapan kelak Tuhan akan memberikan rezeki sehingga keluarga kami akan mampu membangun sebuah rumas kami sendiri. Masih teringat di benakku, ketika aku berusia lima tahun, aku harus rela ditinggal ayah pergi bekerja di luar negeri, saat itu aku yang belum tahu apa apa tentang arti kehidupan sebenarnya, aku yang hanya bisa melihat air mata ibuku setiap malam, tanpa tahu sebenarnya bahwa itu adalah air mata kerinduan, air mata khawatir terhadap ayahku yang bekerja di luar sana.
“ Ibu, kenapa ibu menangis ?” tanyaku,
“ Oooh ini, ibu hanya sedang mengantuk saja, ayo tidur!”, jawab ibu dengan wajah yang menahan tangis di wajahnya.
                     Saat itu aku sudah masuk sekolah dasar tepatnya kelas satu di SD Negeri Agungmulyo, dulu aku sering diejek teman teman, karena tubuhku yang gemuk, mereka berani mengejekku karena tidak ada ayahku yang menemaniku saat itu. Disaat itulah aku teringat ayahku, seandainya ayahku tidak bekerja di luar negeri dan masih ada di sini pasti tidak akan pernah ada orang yang mengejekku. Tetapi kejadian itu tidak berlangsung lama, tak lama kemudian ayahku telah tiba dari perantauannya. Kalian tahu apa yang aku rasakan saat itu, hatiku merasa senang tak terkira, seolah duniaku yang selama ini terpecah akan kembali utuh. Tuhan mendengarkan doaku, tak lama kemudia kami mampu membangun rumah kami sendiri. Rumah yang menjadi istana bagi keluarga kami sendiri.
                     Masa sekolah dasar kulalui seperti anak anak lainnya. Enam tahun berlalu aku telah menyelesaikan sekolah dasarku, dan sekarang waktunya aku masuk ke bangku Sekolah Menengah Pertama. Ini adalah tahap awal aku berhijrah, yang sebenarnya aku tidak memikirkan efeknya akan berpengaruh kepadaku. Saat masuk SMP aku mencoba untuk menutupi auratku dengan menggunakan jilbab waktu sekolah. Walaupun aku harus rela rambut indah yang ku banggakan tertutupi oleh balutan kain di sekolah. Inilah hal yang kusesali, mengapa waktu itu aku hanya menutup auratku hanya di sekolah. Aku bagaikan orang yang munafik, yang hanya menunjukkan kealimannya kepada banyak orang. Dan saat selesai sekolah aku membuka penutup auratku dan membiarkan auratku dilihat banyak orang. Baik, kita kembali ke masa SMP ku, sebenarnya aku sangat tidak percaya diri ketika waktu pertama kali masuk SMP. Ooh iya, saat itu aku sekolah di SMP N 2 Juwana. Aku menyadari banyak siswa siswi dari SD terbaik di wilayah Juwana, saat itu aku berpikir tidak mungkin aku akan mendapat peringkat kelas, apalagi peringkat paralel. Tetapi Tuhan berkehendak lain, waktu ulangan akhir semester satu, wali kelas mengumumkan bahwa aku mendapat juara satu paralel di kelas tujuh. Hal inilah yang mendasari rasa percaya diriku hingga mampu mempertahankan peringkat itu sampai aku luls SMP. Ketika aku kelas delapan aku juga pernah menjabat sebagai ketua OSIS, hal yang tidak pernah terlintas di pikiranku waktu itu. Sebelumnya, untuk mengucapkan salam di depan umum saja aku masih gemetar, tetapi karena aku tergabung dalam organisasi ini, aku berubah seratus delapan puluh derajat, aku menjadi seseorang yang pemberani karena sering berpidato di depan umum.
                     Kenangan yang tak pernah terlupakan dari masa SMP adalah sahabatku, Firda. Ia merupakan sesorang yang selalu ada di sisiku saat aku senang maupun susah. Sampai-sampai dulu kami sering disebut saudara kembar, orang lain mengatakan wajah kami sangat mirip. Selain Firda ada satu orang yang tak akan terlupakan jasanya, seorang lekaki yang sudah ku anggap sebagai seorang kakak, seseorang yang selalu menasihati, mengingatkan ketika aku mengalami kesalahan, dan seseorang itu sering kusebut Kak Wid. Satu kalimat dari beliau yang tidak bisa kulupakan,
“ Sebenarnya, tujuan kita hidup di dunia ini untuk apa sih? “,
“ Tujuan kita hidup di dunia itu hanya untuk mempersiapkan diri menuju kematian.” Sambungnya,
                     Lewat satu kalimat itu aku mulai mencari motivasi darinya, motivasi yang membuatku yakin untuk meraih cita citaku. Peran ayah ibu juga membuatku semakin mantab melangkahkan kakiku untuk menuju kesuksesanku. Masa SMP, masa dimana aku berubah menjadi seorang gadis yang sudah mengerti sedikit bagian dari kehidupan. Dari kisah pahit yang dialami ibuku waktu ayahku di perantauan.
“ Nak, kamu belajar sungguh sungguh ya, supaya tidak menjadi seperti ibu yang bodoh, jadilah orang yang pandai, jadilah orang yang sukses agar tidak ada orang yang menjelekanmu dan mengganggumu.” Ujar ibu,
“ Iya bu, aamiin, tapi bu apa yang terjadi kenapa wajah ibu terlihat seperti baru menangis ?”, tanyaku dengan penuh kebingungan.
Akhirnya ibu menjelaskan bahwa sebenarnya dulu waktu ayah pergi ke perantauan alasan ibu menangis karena ibu selalu mendapat ejekan dari para tetangga karena rumah kami yang kecil. Tanpa sadar, air mataku mengalir begitu saja di pipiku. Sejak saat itu aku harus berani, aku harus berusaha sekuat mungkin untuk bisa meraih cita citaku.
                     Tiba saatnya aku harus berpisah dengan mereka, aku telah selesai dengan pendidikan di SMP, dan aku memilih untuk melanjutkan pendidikanku di SMA N 1 Juwana. Sebenarnya, untuk masuk disini bukanlah hal yang mudah. Karena sebelumnya ada banyak mulut yang menyarankanku untuk masuk di SMA 1 Pati, sekolah terfavorit di Pati. Tapi aku lebih memilih kata hatiku untuk masuk sekolah di SMA N 1 Juwana. Karena aku yakin semua sekolah itu sama saja, tergantung kita yang mau serius atau tidak. Jika kita serius pasti akan ada jalan utuk meraih kesuksesan.
                     Mereka memilih jalannya masing masing, dan saat itu pula aku harus berpisah dengan teman lamaku, Firda. Tetapi aku tidak merasa bersedih, karena saat aku masuk di SMA ini aku menemukan teman yang mampu membuatku menyadari arti persaudaraan yang tidak aku dapatkan waktu SMP.
“ Hay,”
                     Satu kata, hanya satu kata yang terucap untuk  teman sebangkuku Lisa waktu pertama kali aku datang ke kelas, dan dia telang datang terlebih dahulu, itulah karakterku. Aku memang tidak suka banyak bicara kepada orang yang baru aku kenal. Hari demi haripun berlalu, keakraban mulai tumbuh dengan teman sebangkuku begitu pula teman sekelasku, betapa beruntungnya aku ketika aku mendapatkan teman yang baik, ramah. Disini aku akan memfokuskan cerita mengenai hal yang bisa membuatku berhijrah, aku memiliki tekad kuat untuk berhijrah ketika aku duduk di bangku SMA. Berawal dari dipertemukan aku dengan seorang ustad yang memiliki hubungan sebagai murid dan guru denganku. Ustad ini selalu memberikan nasihat, memperingatkan kewajiban seorang wanita untuk menutupi auratnya dalam pelajarannya. Mungkin karena saat itu aku belum mendapat hidayang dari Allah, aku menghiraukan ucapannya, aku masih membuka auratku ketika pulang sekolah.
                     Alhamdulillah, Tuhan masih sayang kepada aku, aku mendapat hidayah untuk mengamalkan kewajiban seorang wanita. Walaupun, untuk bertemu dengan hidayahku aku harus mengalami masa kelamku, masa dimana aku hampir tersesat jauh dari jalan kebenaran. Waktu itu lupa kalu Allah itu dzat yang maha pencemburu, Allah mematahkan hatiku seolah ia mengisyaratkan bahwa aku harus kembali kepadaya. Dengan patah hati ini menyebabkan aku lebih dekat dengan Tuhan, disaaat aku terpuruk, Tuhan membuatku semakin percaya dengan kuasanya. Pada tahun yang sama aku memperoleh banyak rezeki yang tak kuduga sebelumnya. Untuk melupakan kesedihanku dengan cara fokus ke pendidikanku. Waktu itu aku mengikuti beberapa lomba, dan atas izin Allah aku mampu mendapat berbagai penghargaan dari usahaku tersebut, selain itu aku mampu mempertahankan prestasiku di kelas.
                     Bagaimana mungkin aku tidak takjub dengan kuasa Allah, di tahun ini ketika aku duduk dibangku kelas dua belas, akhirnya aku memantabkan hatiku, menguatkan niatku untuk berhijrah, meninggalkan semua keburukan, semua masa kelamku, dan kubawa lembar amal baru, dengan berdoa, mengharap dosa dosa lampauku diampuni oleh Tuhan yang maha pemurah. Awalnya untuk memakai jilbab di rumah, aku mendapat sindiran dari tetangga, tetapi ibuku meyakinkan kepadaku.
“ Nak, jika kamu ingin melakukan sesuatu yang benar, maka lakukanlah.Terkadang untuk melakukan hal yang benar itu akan mendapat cobaan yang lebih berat dari pada melakukan keburukan” petuah dari ibu.
                     Seorang ibu yang bisa menjadi seorang teman curhat, penyemangat dan segalanya bagiku. Petuah yang terucap dari mulut manisnya semakin membuatku percaya untuk melalui hidup di jalan kebenaran jalannya Allah. Di saat ini pula aku bisa menjadi Amanda yang dewasa, Amanda yang mengerti perjuangan orangtuanya untuk bisa mencari pundi pundi rupiah agar bisa membiayai sekolah putri putrinya. Disini aku mulai berpikir, tidak mungkin aku menyia-nyiakan perjuangan kedua orang tuaku untuk hal hal yang dapat menghalangi cita citaku.
                     Sekarang inilah aku seorang anak remaja yang beranjak dewasa bernama Amanda Chindy Patrechia yang memulai kehidupan yang baru, membangun kehidupan yang benar, dengan balutan kain di auratnya dan balutan di hatinya yang pernah terluka dan mencoba mengobati luka di hatinya dengan mendekatkan diri kepada Allah, menyerahkan masa depannya kepada Allah, mempercayakan takdir Allah, seorang anak yang hanya berusaha belajar dan berdoa dan telah menitipkan masa depan, cita-cita, kisah cinta nya kepada Allah semata. 
                     Seorang anak yang masih menunggu dengan menjalani masa masa hidupnya untuk mengetahui kemana takdir akan membawanya melangkah. Dengan sejuta impian untuk membahagiakan kedua orang tuanya, melakukan yang terbaik, dan menyukuri atas apa yang dimiliki sekarang. Karena aku yakin jika kita selalu mengingat Allah, Allah akan selalu bersama dengan kita, jika ita terjatuh, Allah akan menolong kita, dan jika kita tersesat, Allah akan menuntun kita kembali ke jalannya yang benar.

terima kasih :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar