Minggu, 13 Maret 2016

Cerpen Religi, Aku Pulang

By: Irmajajil
Sejauh apapun engkau pergi pasti kelak akan berpulang juga, ke rumah, sebuah tempat dimana anda berawal dan dimana anda berakhir. Meski jauh, meski tak tahu arah sekalipun anda pasti akan berusaha untuk kembali, ke tempat itu. Begitu pun dengan kehidupan fana ini, semua akan berakhir, semua akan usai pada satu titik dimana engkau akan kembali ke pelukan sang pencipta. Begitulah, lalu kenapa tak berusaha menggapai belaian sang pencipta? Tak ada kehidupan yang lebih baik selain berada di bawah naungan Tuhan mu, itulah yang aku rasakan. Begitu banyak hal yang sudah aku lalui ternyata tak membuat aku lupa pada Nya. Itu yang membuat seseorang akan merasa nista, akan merasa sedih akan merasa putus asa, ketika mendapati dirinya jauh dari jalan yang kasihi Tuhan. Dalam lubuk hati paling dalam, pasti bisa tersentuh, meski hanya secuil iman sekalipun yang ada dalam hati itu. Aku pun tak mampu berpaling dan melupakan ada-Nya. Memang, aku sudah menapaki kehidupan ini tanpa pernah mengingat atau berada pada ketetapan iman. Beriring dengan kegelisahan dan kegundahan menghadapi hidup, aku berjuang tanpa menoleh, dan semakin jauh dari jalan yang diajarkan. Bahkan aku sering mengumpat, menyalahkan takdir yang diberikan, hanya karena kesulitan hidup yang sebenarnya memang ujian menuju kehidupan yang lebih kekal. Kehidupan ku memang tak se-beruntung orang lain yang bisa makan dengan cukup dan tidur di kasur yang empuk. Untuk makan terkadang aku harus menguntit yang mana sebenarnya merupakan perbuatan yang nista dan tak beradab. Itulah saat pertama kali kehidupan ku mulai dari ajaran agama. Benar memang pesan orang tua dulu, "jangan makan barang haram, itu akan menjauhkan dirimu dari Tuhanmu". Kehidupan berjalan terus, seperti tak puas dari hasil ujian yang diberikan, Allah menguji ku dengan berbagai cobaan lain yang membuat aku semakin jauh, jauh meninggalkan kehidupan yang di ajarkan. Pelan, dan pelan aku semakin jauh, meski hati ini masih ter getar manakala mendengar berbagai nasehat namun aku tetap tak kuasa menampik jalan buruk yang aku temui. Batin ini menjerit ketika perut terasa lapar dan tak ada nasi sedikitpun untuk mengenyangkannya. Aku bersumpah, aku akan menjadi orang yang kaya dan tak lagi menghujat kebenaran. Berbekal cacian bermodal hinaan aku terus memaksa menciptakan kehidupan gemerlap bak tetangga rumahku. Aku berhasil, jerih payah dan pengorbanan ini akhirnya terbayar dengan kehidupan yang tak lagi sulit. Aku berhasil mengumpulkan harta, membuat kehidupan ku kini tak kekurangan. Keluarga ku kini tak perlu menahan lapar setiap hari, mereka bisa makan puluhan kali sehari, mereka bisa tidur di busa yang empuk tanpa cucuran air hujan dari genteng rumah. Dulu aku sangat percaya bahwa kekayaan pasti akan membuatku tersenyum, tidur tenang dan bahagia namun tetap saja tak ada ketenangan yang aku rasakan. Ada derita batin yang aku rasakan, maklum, aku menghasilkan uang bukan dengan jalan halal. Tak begitu baik, tapi aku tetap memaksa. "Yah, ada apa, sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya istriku suatu malam. "Ya... ada sesuatu yang tak bisa aku dapatkan dengan harta ini" jawabku lirih. "Maksud ayah?" istriku kembali bertanya. "Dulu kita susah makan, tidak dapat tidur nyenyak, sekarang kita bergelimang harta tetap saja aku tidak merasakan lelap nya tidur, apa sebenarnya yang salah?" Jawabku. "Benar, tetap saja ada sesuatu yang mengganggu ku", jawabnya pelan. Meski menghabiskan beberapa bulan tertegun aku tetap saja gelisah, tak ku dapatkan jawaban dari gundah hati ini, sampai suatu saat... Dengarlah suaraNya memanggil namamu Coba lihat cahayaNya, sinari hatimu Dengarlah Dia, rasakan Dia Rahasia cinta semesta Bukan rahasia, ya Sang Maha Esa Lihat dengan hati terbuka Kembali kepadaNya Aku pulang, aku pulang Aku pulang, aku pulang Kembali kepadaNya Aku mendengar syair itu sekilas, lalu aku ingat bahwa selama ini aku melupakan satu hal, aku menghasilkan uang dengan jalan yang tak diberkati, mungkin itu yang menyiksa batin ini. "Mungkin inilah yang membuat hidupku tetap tak tenang meski bergelimang harta, aku memang jauh dari Tuhanku", gumamku dalam hati. Sedang asyik melamun dengan kegelisahan itu aku sampai tidak sadar bahwa di depanku ada seorang yang sedang menyeberangi jalan. Satu jengkal lagi mungkin lelaki itu akan menghembuskan nafas terakhirnya dilindas roda mobil yang ku kendarai. "Maaf pak, bapak tidak apa-apa?", tanya ku dengan gagap kepada lelaki tua tersebut. "Tidak apa-apa nak, bapak tidak apa-apa", jawabnya sambil membenahi kopiah yang dipakainya. "Bapak mau kemana?" tanyaku lebih lanjut "Bapak hendak ke masjid, sudah waktunya sholat Ashar, anak sendiri sudah sholat belum, kalau belum sekalian saja, sepertinya tadi anak ini sedang melamun jadi setelah sholat bisa tenang", bapak itu mengajak ku ke masjid. Seperti kerbau di cucuk hidungnya aku langsung saja berjalan mengiringi lelaki tua itu. Entah apa yang membuatku seperti di bius, tak sadar menjejakkan kaki ke masjid yang selama ini tak pernah aku lakukan. Aku mengikutinya sholat, sambil meraba-raba berbagai bacaan sholat yang dulu ku ingat, maklum, lama sekali aku tak melakukan kewajiban sebagai muslim selama ini. Sampai selesai sholat kami berbincang, berawal dari satu pertanyaan kecil akhirnya aku mengutarakan semua gundah yang ku rasakan. Seperti bercerita dengan seorang sahabat, aku bahkan tak canggung bercerita panjang lebar. "Ada sesuatu yang salah dalam diriku pak, aku memiliki semua hal namun hatiku gelisah dan tidak tenang", ucap ku padanya. "Aku tak pernah bisa tertawa lepas meski aku mendapatkan semua hiburan yang aku inginkan". "Sholat-lah, itu akan mendekatkanmu kepada sang pencipta, itu akan menenangkan hatimu, menjernihkan pikiranmu", jawabnya dengan tegas. Dengarlah Dia, rasakan Dia Rahasia cinta semesta Bukan rahasia, ya Sang Maha Esa Lihat dengan hati terbuka Kembali kepadaNya Tak bisa ku pungkiri, ada sesuatu yang berbeda kala aku sudut di karpet masjid itu, beberapa beban ku seperti berkurang, pikiran ku tak sekalut tadi sebelum aku kesini. Sesampainya di rumah aku menceritakan kejadian sore itu kepada istriku. Aku menceritakan dari awal kejadian sampai aku keluar dari masjid itu. Istriku hanya terdiam, dia tak banyak berbicara, tapi ada sesuatu yang terpancar jelas di matanya. Seperti ada se titik harapan yang terpancar dari sinar matanya itu. Entah apa artinya, aku sama sekali tak mampu menerka. Tak sadar, kami pun terlelap malam itu. Malam itu ada sesuatu yang berbeda, kami terbangun hampir bersamaan ketika mendengar suara azan, sama sekali kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya. "Bagaimana kalau kita sholat yah?", ajak istriku sembari memeluk ku dengan hangat. "Iya, aku ingin membuktikan perkataan lelaki tua kemarin" jawabku sembari berdiri. Ada kesegaran ketika aku membasuh muka dengan air wudu, sejuk rasanya. Akhirnya, untuk pertama kali kami sholat atas niat sendiri, meski tidak tulus karena mengingat Allah. Aku pulang, aku pulang Aku pulang, aku pulang Kembali kepadaNya Dengarlah Dia, rasakan Dia Rahasia cinta semesta Bukan rahasia, ya Sang Maha Esa Lihat dengan hati terbuka Kembali kepadaNya Entah apa yang sebenarnya terjadi, setelah hari itu ada lebih banyak kedamaian yang aku rasakan. Pelan pelan aku mulai terlepas dari ketergantungan akan harta benda dan kekayaan. Aku tak lagi begitu membanggakan harga, aku tak lagi takut kelaparan karena tidak memiliki uang. Berbekal nasehat dan petuah dari orang-orang di masjid aku mulai belajar sedekah, "ingat, inti dari sedekah adalah keikhlasan kita", dari pesan itulah aku mulai bersedekah dari nilai yang paling kecil hingga akhirnya hampir dua pertiga harta ku habiskan untuk bersedekah. Ku berikan sebagian harta ku untuk membangun masjid, membantu fakir miskin, memberikan sumbangan ke panti, pesantren, sekolah dan banyak lagi lainnya. Aku mulai benar-benar merasakan kedamaian, aku mulai mengerti arti kebahagiaan, dan ternyata memang benar, "kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang". Meski aku yakin Allah menjamin semua kebutuhanku namun aku tak mau berpangku tangan, aku terus bekerja bahkan semakin giat. Aku berharap semua yang aku dapatkan bisa ku gunakan untuk kebaikan, aku juga berharap bisa meninggalkan seluruh jalan gelap yang dulu aku lewati. Cerpen Religi, Aku Pulang Ilustrasi: syinfayakof.wordpress.com "Ya Allah, engkau yang mengendalikan segalanya, Engkau yang memberikan ku jalan, yang menuntun ku, jauhkanlah aku dari kehidupan kelam yang dulu dan dekatkan aku di jalan yang Engkau ridhoi, ampunilah segala dosa yang pernah ku lakukan ya Allah", aku menutup sujud ku dengan memohon ampunan atas semua yang pernah ku alami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar